Rekor Lagi atau Tekor? Begini Arah Pergerakan Harga Emas
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
Jakarta, CNBC Indonesia – Harga emas dunia mencetak rekor penutupan tertinggi di tahun ini pada perdagangan Senin kemarin setelah menguat 1% ke US$ 1.754,46/troy ons. Harga logam mulia ini juga berada di level tertinggi dalam 7,5 tahun terakhir, dan sejak awal tahun sudah melesat lebih dari 15%.
Secara teknikal, emas sudah berhasil break out level US$ 1.744/troy ons yang merupakan batas atas pola rectangle. Pola ini menjadi indikasi emas berada dalam fase konsolidasi atau bergerak sideways.
Emas memang sudah mencapai rekor penutupan perdagangan tertinggi di tahun ini. Tetapi logam mulia ini masih belum melewati level tertinggi intraday tahun ini US$ 1.764,55/troy ons yang disentuh pada 8 Mei lalu.
Jika mampu mengakhiri perdagangan di atas level tertinggi intraday tersebut, momentum penguatan emas akan semakin besar dan berpotensi terus mencetak rekor tertinggi di tahun ini.
Target penguatan emas yang berhasil breakout pola rectangle dan level tertinggi intraday tahun ini adalah US$ 1.818/troy ons.
Tetapi ada juga risiko emas akan membentuk pola Double Top yang menjadi sinyal harga emas akan berbalik turun.
Pola Double Top bisa terjadi jika emas besok gagal menembus high intraday tahun ini US$ 1.764,55/troy ons atau intraday kemarin US$ 1.764,55/troy ons.
Selain itu indikator stochastic kembali masuk ke wilayah jenuh beli (overbought).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik turun.
Batas bawah pola rectangle US$ 1.670/troy ons, menjadi target jika harga emas kembali turun.
Secara fundamental, adanya risiko penyebaran pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) gelombang kedua menjadi penopang penguatan emas.
China, negara asal virus corona, kembali menghadapi peningkatan kasus Covid-19. Tetapi kali ini, episenter berada di ibu kota Beijing. AS juga mengalami hal yang sama, beberapa negara bagian mencatat rekor penambahan kasus per hari.
Dari Eropa, Jerman tingkat reproduksi (Rt) Covid-19 pada hari Minggu naik menjadi 2,88 dari sebelumnya 1,79. Artinya 1 orang yang terinfeksi Covid-19 dapat menularkan ke 2,88 orang, atau dari 100 orang dapat menularkan ke 288 orang.
Penambahan kasus Covid-19 tersebut terjadi setelah kebijakan lockdown di longgarkan, sehingga pelaku pasar menjadi berhati-hati mengingat hampir semua negara kini melonggarkan kebijakan lockdown.
Namun yang ditakutkan pada pelaku pasar, jumlah kasus terus mengalami peningkatan sehingga lockdown harus kembali diterapkan. Dampaknya, perekonomian global berisiko mengalami resesi panjang. Dalam kondisi tersebut, emas kembali bersinar sebagai aset aman (safe haven).
Adanya risiko penyebaran pandemi Covid-19 gelombang kedua membuat pelaku pasar menambah posisi bullish emas untuk pertama kalinya dalam tiga pekan terakhir.
Data dari Commodity Futures Trading Commission (CFTC) AS menunjukkan posisi net long kontrak emas pada pekan lalu naik menjadi 224.300 kontrak, dari pekan sebelumnya 219.000 kontrak yang merupakan level terendah dalam satu tahun terakhir.
Data net long atau short di CFTC menunjukkan selisih pelaku pasar yang melihat emas akan menguat atau bullish (long) dan yang memprediksi emas akan melemah atau bearish (short).
Ketika posisi net long berarti pelaku pasar yang bullish terhadap emas lebih banyak ketimbang yang bearish. Data tersebut bisa menjadi gambaran bagaimana mood pelaku pasar terhadap emas.
Beberapa analis juga meragukan emas mampu mencapai US$ 1.800/troy ons dalam satu atau dua bulan ke depan, justru logam mulia ini dimaklumi jika melemah.
Peter Hug, direktur global trading di Kitco Metals, mengatakan dalam jangka pendek emas memang akan melemah, tetapi di akhir tahun akan melewati level US$ 1.920/troy ons, alias mencetak rekor tertinggi sepanjang masa. Hug mengatakan faktor musiman akan menyebabkan emas melemah di musim panas (Juni-Agustus), tetapi dalam jangka menengah jalur penguatan emas masih konstruktif.
Hal senada diungkapkan oleh Jeff Clark, analis logam mulia senior di Goldsilver.com, yang mengatakan ia bullish terhadap emas dalam jangka panjang, tetapi tidak akan terkejut jika akan terjadi pelemahan di bulan Juli dan Agustus.
Clark melihat pelemahan tersebut sebagai peluang untuk membeli emas.
“September pada umumnya adalah bulan yang terbaik bagi logam mulia. Jadi, sudah pasti saya ingin menambah posisi beli sebelum September,” kata Clark sebagaimana dilansir Kitco.
TIM RISET CNBC INDONESIA