Penguatan Dolar AS Semu, Rupiah & Emas Bakal Terus Menguat?

Foto: REUTERS/Dado Ruvic/Illustration

Jakarta, CNBC Indonesia – Dolar Amerika Serikat (AS) membukukan penguatan di bulan September lalu, indeks yang mengukur kekuatan Mata Uang Paman Sam tersebut tercatat menguat 1,9% ke 93,886, melansir data Refinitiv. Penguatan di September tersebut menjadi kinerja bulanan terbaik dolar AS sepanjang tahun ini. 

Meski demikian, penguatan dolar AS diprediksi tidak akan berlangsung lama, paling mentok selama 3 bulan. Hal itu terlihat di survei yang dilakukan Reuters terhadap 75 analis valuta asing pada periode 28 September sampai 5 Oktober.

Sebanyak 54 dari 75 analis mengatakan penguatan dolar AS hanya akan berlangsung kurang dari 3 bulan, bahkan 13 diantaranya mengatakan penguatan the greenback sudah selesai.

Belakangan ini kinerja Mata Uang Paman Sam ini juga sudah mulai melempem, sejak menyentuh level tertinggi 2 bulan di 94,642 pada 25 September lalu, indeks dolar AS sudah turun lebih dari 1% hingga Selasa kemarin.

“Sejujurnya, outlook (dolar AS) untuk 3 bulan ke depan atau lebih sangat buruk karena Pemilihan Umum di AS… tetapi dalam beberapa pekan ke depan dolar AS masih tertolong oleh ketidakpastian politik,” kata Kit Juckes, kepala strategi valuta asing di Societe Generale, sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (6/10/2020).

Amerika Serikat akan melaksanakan pemilihan presiden (pilpres) pada 3 November mendatang, untuk sementara Joseph ‘Joe’ Robinette Biden Jr. yang merupakan calon presiden dari Partai Demokrat diunggulkan memenangi pilpres dari lawannya petahana Partai Republik Donald Trump.

Volatilitas dolar AS juga diprediksi masih tinggi jelang pilpres, dengan potensi kenaikan atau pun penurunan sebesar 2%.

Dolar AS yang diprediksi akan melemah tentunnya menguntungkan bagi rupiah yang berada dalam tren melemah sejak bulan Juni lalu. Pada 8 Juni, rupiah berada di level Rp 13.850/US$, sementara pada hari ini, Rabu (7/10/2020), mengakhiri perdagangan di level Rp 14.690/US$. Artinya sepanjang periode tersebut rupiah melemah 6,06%.

Pada 11 September lalu, rupiah bahkan sempat menyentuh level Rp 14.950/US$, sebelum memperbaiki posisinya, tetapi masih membukukan pelemahan 1,92%.

Dengan penguatan dolar AS yang diprediksi segera berakhir, tentunya ruang penguatan rupiah di penghujung tahun ini terbuka lebar. Tentunya dengan syarat penyebaran penyakit virus corona (Covid-19) bisa diredam, serta stabilitas dalam negeri yang 2 hari terakhir dilanda demo dan aksi mogok buruh menolak Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Disahkanya UU Ciptaker oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin (5/10/2020) lalu disambut positif oleh pelaku pasar yang membuat rupiah menguat tajam kemarin. UU Ciptaker dianggap dapat memperbaiki iklim investasi sehingga menarik lebih banyak investor.

Tetapi, jika sampai UU Ciptaker membuat stabilitas dalam negeri terganggu, investor tentunya bukannya malah masuk tetapi kabur, rupiah pun bisa terpukul.

Emas Juga Diuntungkan Pelemahan Dolar AS

Foto: Harga Emas Meroket di Thailand. IAP/Sakchai Lalit)

Selain rupiah, emas dunia juga akan diuntungkan jika dolar AS pada akhirnya kembali melemah.

Sebelum bangkit di bulan September, indeks dolar AS berada di level terendah dalam lebih dari 2 tahun terakhir. Buruknya kinerja dolar AS tersebut menjadi salah satu pemicu melesatnya harga emas dunia hingga mencetak rekor tertinggi sepanjang masa US$ 2.072,49/troy ons pada 7 Agustus lalu.
Sejak mencapai level tersebut kinerja emas kembali melempem, saat indeks dolar AS menguat 1,9% di bulan September harga emas dunia merosot 4,28%.

Pergerakan tersebut menujukkan bagaimana dolar AS dan emas dunia berkorelasi negatif, artinya ketika dolar AS melemah emas akan menguat, begitu juga sebaliknya. Sebabnya, emas dunia dibanderol dengan dolar AS, kala the greenback melemah harga emas dunia akan lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, dan permintaannya akan meningkat.

Kemarin harga emas dunia merosot 1,87% ke US$ 1.877,12/troy ons, sebabnya Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, meminta perundingan stimulus senilai US$ 2,2 triliun dihentikan hingga pemilihan presiden 3 November mendatang.

“Saya menginstruksikan perwakilan untuk berhenti bernegosiasi sampai setelah pemilihan presiden,” tulisnya di Twitter pribadinya @realDonaldTrump, Selasa (6/10/2020) sore waktu setempat.

Alhasil, harapan akan gelontoran stimulus guna membangkitkan perekonomian AS menjadi pupus, emas pun terpukul. Stimulus fiskal serta stimulus moneter merupakan bahan bakar emas untuk terus menanjak.

Dari sisi stimulus moneter sepertinya sudah mentok, bank sentral AS (The Fed) sudah membabat habis suku bunga menjadi 0,25%, dan melakukan pembelian aset (quantitative easing/QE) dengan nilai tak terbatas, berapa pun akan digelontorkan selama dibutuhkan perekonomian. The Fed juga menyatakan tidak akan menaikkan suku bunga setidaknya hingga tahun 2023.

Sehingga stimulus fiskal terbaru di AS yang akan dinanti untuk membawa emas kembali melesat naik.

Efek stimulus fiskal dan moneter membuat jumlah dolar AS yang beredar di dunia ini menjadi bertambah, nilainya pun akan melemah. Emas bisa mendapat tenaga dobel, dari stimulus dan pelemahan dolar AS.

Meski saat ini pembahasan stimulus dihentikan, tetapi cepat atau lambat tentunya akan cair juga guna membantu perekonomian AS yang sedang nyungsep.

“Jika ada kesepakatan, stimulus akan berpotensi membangkitkan kembali ekspektasi inflasi ke arah target sasaran bank sentral AS (The Fed), bersama dengan suku bunga bunga rendah the Fed menjadi katalis yang sangat bagus untuk emas” kata Bart Melek, kepala strategi komoditas di TD Securities, melansir Reuters.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Similar Posts