Perhatian! Tahun Baru 2021, Emas Sudah Tembus US$ 1.900/Oz

Foto: REUTERS/Leonhard Foeger

Jakarta, CNBC Indonesia – Awal tahun 2021, emas akhirnya bisa ditransaksikan di atas level US$ 1.900/troy ons. Pada perdagangan Senin (4/1/2021) harga logam kuning tersebut di arena pasar spot dibanderol US$ 1.912/troy ons. Harga emas menguat 0,67% dibanding posisi penutupan pekan lalu. 

Apabila emas mampu mempertahankan levelnya saat ini hingga penutupan maka untuk pertama kalinya sejak awal November bullion ditutup di level US$ 1.900/troy ons. Harga emas jatuh setelah berhasil menyentuh level tertingginya di sepanjang sejarah bulan Agustus lalu. 

 Kabar baik seputar perkembangan vaksin Covid-19 yang datang bertubi-tubi serta alotnya negosiasi stimulus fiskal jilid II membuat harga logam mulia tersebut tertekan. Namun dengan melunaknya Trump dan kesepakatan antara Demokrat dan Republik untuk meloloskan paket stimulus senilai US$ 900 miliar, emas mendapat angin segar.

Tahun 2021 akan menjadi tahun yang menentukan. Vaksinasi Covid-19 di berbagai negara bakal dilakukan. Namun program vaksinasi masal membutuhkan waktu yang tak singkat. Risiko terkait Covid-19 dengan munculnya varian baru yang disebut 70% lebih menular juga masih membayangi pasar. 

Prospek untuk logam mulia emas tahun ini dinilai masih cerah. Berbagai kondisi makro mendukung emas untuk mengalami penguatan. Pertama tentu dari stance kebijakan moneter yang masih akan dovish.

Bank sentral AS, The Fed berkali-kali menegaskan tak akan menaikkan suku bunga acuan dalam waktu dekat, setidaknya sampai 2023. The Fed juga akan membiarkan inflasi terjadi asalkan secara rata-rata masih di kisaran target 2%. 

Era suku bunga zero lower bound di negara-negara maju seperti AS dalam jangka waktu yang lama merupakan hal positif untuk emas. Injeksi likuiditas super masif oleh The Fed lewat quantitative easing pada akhirnya membuat dolar AS melemah.

Sepanjang 2020 greenback terkoreksi 6,67% dan ING memprediksi bahwa tahun 2021 dolar AS masih akan tertekan setidaknya 5-10%. Pelemahan dolar AS juga menjadi sentimen positif untuk emas. Emas dan dolar AS memiliki korelasi negatif yang kuat. Artinya ketika dolar AS melemah harga emas cenderung naik.

Sebagai aset safe haven yang tak memberikan imbal hasil, seorang investor harus mengkalkukasi biaya peluang jika ingin memegang emas. Salah satunya adalah dengan cara membandingkannya dengan aset safe haven lain.

Obligasi pemerintah terutama AS merupakan contoh aset safe haven lainnya. Saat ini imbal hasil (yield) nominal obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun berada di 0,9%. Dengan inflasi 1,2% maka imbal hasil riilnya minus 0,3%. Ini membuat investor tertarik untuk memegang emas.

Di era suku bunga rendah seperti sekarang, yield adalah barang yang langka. Bloomberg melaporkan nilai pasar dari obligasi yang berimbal hasil negatif sudah mencapai US$ 18 triliun. Dengan begitu secara fundamental, emas masih kuat.

Ahli strategi pasar dari Blue Line Futures Phillip Streible mengatakan kepada Kitco bahwa harga emas bisa kembali ke level US$ 2.000 tahun ini. Menurutnya harga emas bisa menyentuh level US$ 1.950 dan US$ 2.000 di kuartal pertama dan kedua.

Lebih lanjut Streible mengatakan bahwa harga emas bahkan bisa menyentuh US$ 2.100 dan US$ 2.250 menjelang akhir tahun. Namun itu tergantung dari seberapa banyak uang diciptakan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Similar Posts