Emas Mau Terbang Tinggi atau Nyungsep? Cek Dulu Ini

Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga emas dunia menguat pada perdagangan Jumat (12/6/2020), tetapi juga masih dibayangi risiko koreksi. Secara teknikal, grafik harian emas sebenarnya bergerak mendatar (sideways) dalam pola rectangle sejak awal April lalu.

Emas bergerak dalam rentang US$ 1.670/troy ons (batas bawah pola rectangle) sampai US$ 1.744/troy ons (batas atas pola rectangle). Beberapa kali, emas memang sempat melewati batas tersebut, tetapi pada akhirnya kembali “terjebak” di dalam pola tersebut.

Emas pada pukul 16:36 WIB berada di level US$ 1.735,66/troy ons, berada di dekat batas atas pola rectangle, dan berisiko kembali menurun. Apalagi indikator stochastic udah memasuki wilayah jenuh beli (overbought).

Grafik: Emas (XAU/USD) Harian
Foto: Refinitiv

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik melemah. Selama tertahan di bawah US$ 1.744/troy ons, harga emas akan kembali merosot menuju US$ 1.670/troy ons.

Namun jika kali ini mampu menembus US$ 1.744/troy ons dengan meyakinkan, dan mampu bertahan di atasnya dalam beberapa hari ke depan, artinya emas berhasil breakout pola rectangle. Itu artinya, emas berpeluang melesat menuju US$ 1.818/troy ons.

Secara fundamental, pergerakan sideways emas mengindikasikan tarik menarik antara katalis positif dan negatif. Katalis positif yang menopang penguatan emas masih datang dari stimulus moneter bank sentral dunia begitu juga stimulus fiskal pemerintah di berbagai negara.

Dua kebijakan tersebut membanjiri perekonomian dengan likuiditas, yang menjadi “bahan bakar” bagi emas untuk terus menguat.

Ole Hansen, Kepala Ahli Strategi Komoditas di Saxo Bank, memprediksi stimulus tersebut akan berdampak pada emas dalam jangka panjang. Ia mengatakan pelaku pasar belum paham sepenuhnya bagaimana dampak kebijakan bank sentral dan pemerintah di berbagai negara ke pasar finansial.

“Dari perspektif investasi emas, ini bukan mengenai apa yang terjadi hari ini, besok, atau bulan depan, tetapi apa yang akan terjadi 6 sampai 12 bulan ke depan atau lebih dari itu,” kata Hansen, sebagaimana dikutip Kitco.

Hansen memprediksi di akhir tahun ini harga emas berada di US$ 1.800/troy ons, kemudian mencetak rekor tertinggi di 2021, dan dalam jangka panjang berada di atas US$ 4.000/troy ons.

Sementara itu, katalis negatif yang membuat emas merosot adalah new normal yang diterapkan di berbagai negara. Dalam new normal, roda perekonomian kembali berputar dengan protokol kesehatan yang ketat.

Artinya ada peluang perekonomian global akan segera bangkit, mood pelaku pasar membaik dan memburu kembali aset-aset berisiko. Dalam kondisi tersebut, daya tarik emas sebagai aset aman (safe haven) menjadi menurun, dan harganya merosot.

James O’Rourke, ekonom komoditas Capital Economics, memprediksi harga emas akan turun ke US$ 1.600/troy ons di akhir tahun ini akibat kehilangan daya tarik sebagai aset safe haven, dan permintaannya akan menurun.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Similar Posts