Betah di Level US$ 1.700/oz, Kapan Harga Emas Rekor Lagi?

Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga emas dunia di pasar spot pagi ini cenderung flat. Meski data penjualan ritel Negeri Paman Sam lebih baik dari perkiraan, ketidakpastian seputar pandemi corona (Covid-19) serta tensi geopolitik yang memanas di berbagai tempat membuat harga emas susah goyah.

Rabu (17/6/2020) pada 07.55 WIB harga emas dunia naik sangat tipis 0,02% ke US$ 1.727,27/troy ons. Dengan kenaikan tipis ini harga emas cenderung tak beranjak dari level penutupan perdagangan spot kemarin.

Harga emas sempat menyentuh rekor sebelumnya yakni US$ 1.711/troy ons pada 16 April lalu dan level tertinggi juga sempat terjadi pada  November 2012 di level US$ 1.746/troy ons.

Dini hari tadi pasar saham Amerika Serikat (AS) mencatatkan penguatan dengan Dow Jones ditutup naik 2,04%, S&P 500 terapresiasi 1,9% dan Nasdaq Composite bertambah 1,75%.

Salah satu pemicu penguatan aset-aset berisiko seperti saham adalah data penjualan ritel AS bulan Mei yang naik 17,7% dibanding bulan April (mom). Kenaikan ini jauh lebih tinggi daripada prediksi yang memperkirakan hanya naik 7,7%.

Maklum bulan April banyak negara-negara bagian di AS yang menerapkan karantina wilayah atau lockdown. Kabar positif lain yang juga membuat pasar sumringah adalah banjir stimulus yang masih akan digelontorkan oleh pemerintah dan bank sentral global.

Di AS, bank sentralnya yaitu the Fed mengumumkan akan mulai membeli obligasi korporasi di pasar sekunder dari yang sebelumnya hanya membeli exchange traded fund (ETF)-nya saja. 

Langkah pemberian stimulus moneter lanjutan diperkirakan juga akan diambil oleh Bank of Japan (BoJ). Bank sentral Negeri Sakura itu akan menginjeksi likuiditas ke perekonomian sampai US$ 1 triliun. Ada tambahan US$ 300 miliar dari sebelumnya hanya US$ 700 miliar.

Dari sisi fiskal, pemerintahan Donald Trump dikabarkan juga akan menganggarkan US$ 1 triliun untuk perbaikan infrastruktur. 

Kabar membaiknya penjualan ritel AS cenderung menjadi tekanan bagi emas. Namun dengan adanya tambahan stimulus yang ada berpotensi menciptakan tekanan inflasi yang tinggi di masa depan.

Emas yang berperan sebagai aset lindung nilai (hedging) menjadi instrumen yang menarik kala ada ancaman inflasi yang tinggi serta depresiasi mata uang. Sehingga ketika harga emas turun, momen ini justru dimanfaatkan investor untuk membeli logam mulia ini.

“Setiap kali harga (emas) turun, tampaknya investor melihat ini sebagai kesempatan untuk beli” kata Carlo Alberto de Casa, kepala analis ActiveTrades dalam sebuah catatan sebagaimana diberitakan Reuters.

Faktor lain yang membuat harga emas cenderung kokoh di US$ 1.700/troy ons adalah fundamental emas yang memang bagus. Selain adanya ancaman inflasi di masa depan, pasar juga masih diliputi dengan risiko ketidakpastian serta tensi geopolitik di berbagai negara.

Terkait dengan perkembangan pandemi corona, saat ini sudah ada lebih dari 8,1 juta orang yang teridentifikasi terinfeksi virus corona. Lonjakan kasus kembali terjadi di AS dan China.

Di Beijing dalam lima hari terakhir jumlah kasus infeksi baru yang dilaporkan mencapai lebih dari 100. Sekolah kembali ditutup dan pemerintah meminta warganya untuk tak bepergian dari kota tersebut kecuali untuk hal yang mendesak.

Di sisi lain tensi geopolitik antara Korea Selatan dengan Korea Utara serta India dan China di perbatasan juga menambah risiko baru bagi pemulihan ekonomi. Dengan adanya berbagai risiko ini, fundamental emas sebagai aset safe haven masih kuat.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Similar Posts