Emas Siap-siap ke Level US$ 4.000/Oz, Begini Ramalannya
Foto: Emas Batangan ditampilkan di Hatton Garden Metals, London pada 21 July 2015 (REUTERS/Neil Hall/File Photo)
Jakarta, CNBC Indonesia – Kamis (6/7/2020), harga emas dunia menguat tipis cenderung flat pada perdagangan pagi waktu Asia. Reli harga emas yang terjadi di sepanjang tahun ini diperkirakan masih akan berlanjut dan membawa emas terbang lebih tinggi.
Pada 09.05 WIB, harga emas di pasar spot naik 0,06% ke US$ 2.041. Pada perdagangan kemarin harga emas ditutup di level US$ 2.039,4/troy ons.
Harga Emas Spot (US$/Troy Ons)
Narasi yang membuat harga emas menguat masih sama dan tak berubah. Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) yang telah meluluhlantakkan perekonomian global membuat minat investasi di aset safe haven meningkat.
Ditambah dengan risiko dari tensi geopolitik tinggi dan kisruh Washington-Beijing, logam mulia emas semakin berkilau. Dari sisi fundamental, harga emas juga ditopang oleh rendahnya suku bunga acuan.
Kebijakan moneter yang ultra akomodatif melalui pemangkasan agresif suku bunga dan pembelian aset-aset keuangan turut menekan imbal hasil dari surat utang pemerintah (terutama AS) yang juga dijadikan sebagai safe haven.
Banjir likuiditas di pasar keuangan oleh tindakan bank sentral seperti the Fed membuat ancaman baru di masa depan yaitu inflasi yang tinggi. Tak hanya sebagai aset minim risiko, emas juga menjadi aset untuk lindung nilai (hedging).
Itulah mengapa harga emas dunia menguat secara signifikan terutama setelah neraca bank sentral AS menggembung dengan laju yang sangat cepat lebih dari saat krisis keuangan global 2008 silam.
Kebijakan super akomodatif tersebut membuat dolar AS mengalami pelemahan. Pelemahan greenback yang tercermin dari indeks dolar yang saat ini berada di level terendah dalam dua tahun membuat emas ketiban berkah.
Maklum emas dibanderol dalam dolar AS. Ketika dolar melemah, maka harga emas bisa menjadi lebih murah terutama bagi pemegang mata uang lain. Tentunya hal ini semakin mendongkrak minat beli para investor.
Faktor fundamental ini lah yang membuat analis, ekonom, pelaku pasar dan investor bullish memandang prospek emas untuk jangka menengah dan panjang. Kendati harga emas sudah sentuh level tertinggi sepanjang masa, stop level untuk emas selanjutnya diramal beragam oleh berbagai pihak.
Stop level terdekat setelah level US$ 2.000 berhasil ditembus adalah US$ 2.200. Selanjutnya ada Bank of America (BoA) dan RBC Capital yang meramal harga emas bakal melambung ke US$ 3.000/troy ons.
“Dengan harga emas yang meroket ke level tertinggi sepanjang masa, membuat emas menjadi ‘star asset’ di 2020” tulis strategis dari RBC Capital dalam sebuah laporan.
“Dengan latar belakang ini, kami ubah base case scenario sekarang menjadi low scenario, high scenario sebelumnya kini menjadi base scenario dan memperkirakan skenario tertinggi baru dengan harga emas bakal sentuh US$ 3.000/oz dengan asumsi bahwa situasi saat ini benar-benar akan semakin memburuk” tulis laporan tersebut sebagaimana dikutip Kitco News.
“Faktor-faktor yang dapat memicu kenaikan harga yang fantastis akan terjadi dengan lanjutan stimulus moneter yang tak pernah terjadi sebelumnya, potensi asset bubbles, hingga inflasi yang susah dikontrol. Inilah mengapa kami berharap apa yang tak pernah diharapkan seputar risiko yang akan datang” lanjut strategis tersebut.
CEO U.S. Global Investors, Frank Holmes punya ramalan yang lebih bullish lagi bahkan. Holmes memperkirakan akhir dari siklus bullish emas ini akan berada di angka US$ 4.000/troy ons. Namun koreksi harga bisa terjadi kapan saja dan investor harus membeli saat itu terjadi.
Dari sisi perekonomian, Holmes memperkirakan inflasi bakal naik tetapi suku bunga akan tetap rendah sehingga membuat suku bunga riil menjadi negatif. “Semakin negatif suku bunga riil, maka semakin tinggi harga emas” kata Holmes.
TIM RISET CNBC INDONESIA