Makin Jauh dari 14.000/US$, Rupiah Dalam Tren Melemah Lagi?
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar rupiah melemah lagi melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (29/6/2020) dan menjadi yang terburuk di Asia (lagi). Isu resesi dan virus corona masih menjadi “duet maut” yang membuat rupiah terus melemah.
Selain itu, kabar buruknya lagi, rupiah kini mulai “dibuang” dengan mengurangi posisi beli (long) rupiah dalam 2 pekan terakhir.
Survei yang dilakukan Reuters tersebut konsisten dengan pergerakan di tahun ini.
Survei dari Reuters tersebut menggunakan rentang -3 sampai 3. Angka positif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) terhadap dolar AS dan jual (short) terhadap rupiah, begitu juga sebaliknya.
Survei 2 Mingguan Reuters (25 Juni 2020)
Hasil survei terbaru yang dirilis Kamis (25/6/2020) lalu menunjukkan angka -0,05, memburuk dari rilis dua pekan sebelumnya -0,69. Angka -0,69 tersebut juga merupakan yang terendah sejak rilis survei 23 Januari lalu.
Di bulan Maret lalu, ketika rupiah mengalami gejolak hingga menyentuh level Rp 16.620/US$, terlemah sejak krisis moneter, hasil survei Reuters menunjukkan angka positif yang artinya investor mengambil posisi jual (short) rupiah.
Kini dengan angka minus yang semakin menipis menjadi -0,05, berarti investor mulai melepas posisi long rupiah setelah terus meningkat dalam satu bulan terakhir. Tidak hanya menipis, posisi tersebut sudah nyaris positif sehingga tekanan terhadap rupiah kembali besar.
Secara teknikal, rupiah sebenarnya belum berada dalam tren pelemahan, masih dalam fase konsolidasi atau bergerak sideways. Hal itu terjadi setelah rupiah menguat tajam, lebih dari 15%, pada periode April sampai awal Juni.
Dalam fase konsolidasi, rupiah bergerak dalam rentang Rp 13.810/US$ (batas bawah) sampai Rp Rp 14.230/US$ (batas atas) dalam 3 pekan terakhir. Pergerakan rupiah per harinya juga tidak terlalu besar.
Tetapi, fase konsolidasi pada satu titik dapat memicu pergerakan besar, entah itu menguat atau melemah. Dalam kondisi saat ini, risiko rupiah melemah menjadi lebih besar ketimbang menguat, sehingga patut diwaspadai.
Fase konsolidasi rupiah semakin terlihat setelah dua pekan lalu rupiah membentuk pola Doji.
Posisi pembukaan pasar dan penutupan pasar Senin (15/6/2020) sama di Rp 14.050/US$, dan membentuk ekor (tail) yang hampir seimbang ke atas dan bawah. Secara teknikal, rupiah disebut membentuk pola Doji, dan berarti pasar sedang ragu kemana arah pasar selanjutnya.
Terbukti, setelah membentuk Doji, rupiah rentang pergerakan rupiah tidak terlalu besar.
Sementara itu indikator stochastic kini mendekati jenuh beli (overbought).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik turun. Dalam hal ini, USD/IDR berpeluang turun, yang artinya dolar AS berpeluang melemah setelah stochastic mencapai overbought.
Tetapi, posisi stochastic saat ini masih belum mencapai overbought, sehingga risiko pelemahan rupiah masih cukup besar.
Jika level Rp 14.230/US$ (batas atas fase konsolidasi) berhasil ditembus secara meyakinkan, maka rupiah berisiko memasuki tren pelemahan lagi, dengan target ke Rp 14.650/US$ sampai Rp 14.730/US$.
Sementara jika bertahan di bawah Rp 14.230/US$, rupiah berpeluang menguat menuju batas bawah fase konsolidasi Rp 13.810/US$.
Untuk jangka lebih panjang, peluang rupiah ke Rp 13.565/US$ yang merupakan Fibonnaci Retracement 100% masih terbuka, selama bertahan di bawah Rp 14.730/US$ (Fibonnaci Retracement 61,8%).
TIM RISET CNBC INDONESIA